Pengertian HAKI (Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri)
Kekayaan Intelektual atau Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR)
atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau
terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada
tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik
dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan
buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak,
Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki,
dialihkan, dibeli, maupun dijual.
SIFAT – SIFAT HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
1. Mempunyai
Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya
ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang
setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
1.
2. Bersifat
Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak
ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak
dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau
pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak
dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk
membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.
JENIS – JENIS HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Hak
Cipta (Copyrights
2. Hak
Kekayaan Industry
1. Paten (Patent)
2. Merek (Trademark)
3. Rahasia Dagang (Trade Secrets)
4. Desain Industri (Industrial Design)
5. Tata Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout)
6. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety)
PENGATURAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
1. Hak Cipta (Copyrights) di atur dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta
2. Hak Paten (Patent) di atur dalam UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
3. Hak Merek (Trademark) di atur dalam UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
4. Rahasia Dagang (Trade Secrets) di atur dalam UU No. 30 tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang
5. Desain Industri (Industrial Design) di atur dalam UU No. 31 tahun 2000
tentang Desain Industri
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout) di atur dalam UU No.
32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety) di atur dalam UU No. 29
tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
CONTOH KASUS HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku kumpulan cerita rakyat untuk
anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat.
Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan
serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita
keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara
di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke
Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA
melanggar hak ciptanya.
Kasus di atas termasuk
pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa
judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan
oleh PT. HI dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit
buku lebih awal dengan judul dan cover atau perwajahan yang sama oleh oleh PT.
DA. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga
terjadi apabila ada kesamaan sebagian. Pelanggaran hak cipta berupa kesamaan.
Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yang
diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta. Adanya
kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yang
diterbitkan oleh PT.HI tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA
kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang judul buku dan
perwajahan buku yang sama tersebut.
CONTOH KASUS KEKAYAAN HAK INDUSTRI
Pada kasus ini, PT. Nobel Carpets sebagai pihak penggugat mengajukan
gugatan desain industri atas karpet dengan motif Pilar dan karpet dengan motif
Masjid yang didaftarkan PT. Universal Carpets and Rugs sebagai pihak tergugat.
Dasar gugatan PT. Nobel Carpets atau penggugat adalah desain industri
atas karpet dengan motif Pilar dan Masjid yang keduanya didaftarkan atas nama
PT. Universal Carpets and Rugs adalah tidak baru pada saat diterimanya
permohonan pendaftarannya, masing- masing pada tanggal 4 Juli 2003 dan 8 Juli
2003, karena sama dengan desain industri karpet dengan motif Pilar dan motif
Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau PT. Nobel Carpets
sejak tahun 1995.
Tuntutan Penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar Tergugat PT.
Universal Carpets and Rugs dinyatakan beritikad tidak baik pada waktu pengajuan
permohonan pendaftaran desain industri yang terdaftar dengan No. ID 0 005 420
dengan karpet motif Pilar dan desain industri dengan No. ID 0 005 425. Dan
tuntutan agar desain industri No. ID 0 005 420 dengan judul karpet dengan motif
Pilar dan desain industri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet dengan motif
masjid.
Pada Putusan Pengadilan Niaga, Majelis Hakim berpendapat bahwa motif
pilar dan motif masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau
Tergugat tidak sama dengan karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh
Penggugat dengan pertimbangan bahwa setelah membandingkan karpet-karpet produk
Penggugat dengan karpet produk Tergugat sepintas memang memiliki kemiripan,
namun apabila diteliti lebih seksama dari segi bentuk, konfigurasi, komposisi
garis dan ornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet produk
Tergugat dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan atau novelty.
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim menimbang bahwa Pasal 10
Undang-Undang Desain Industri menyatakan bahwa hak atas desain industri
diberikan atas dasar permohonan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka
perlindungan desain industri hanya diberikan kepada pihak yang telah mengajukan
permohonan pendaftaran desain industri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12
Undang-Undang Desain Industri bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan
permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa
secara yuridis PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugatlah sebagai pihak
yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran atas desain industri karpet
dengan motif masjid pada Turut Tergugat atau Direktorat Jenderal HaKI. Sehingga
secara mutatis mutandis sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
Desain Industri.
Di lain pihak, hakim juga memiliki opini bahwa penggugat dalam
kesempatannya tidak pernah mengajukan pendaftaran desain industri atas karpet
yang diproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa Penggugat tidak berhak
menerima perlindungan desain industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut.
Dalam kasasinya Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat tersebut telah tepat dan benar.
Nilai kebaruan tidak hanya diklaim atas penampilan keseluruhannya, tetapi
juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang pada awalnya telah
diketahui. Sesuai dengan Undang-Undang Desain Industri di Indonesia bahwa suatu
desain akan mendapatkan perlindungan hukum jika desain tersebut benar-benar
baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty atau kebaruan.
Dalam Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur tentang
perlindungan secara kualitatif. Oleh sebab itu, apabila ada suatu desain baru
yang mengambil suatu bagian penting yang menjadi ciri khas dari suatu desain
yang terdaftar lainnya meskipun itu kurang dari 10%, dapat dikatakan sebagai
pelanggaran hak cipta. Berdasar pasal 9 UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri, Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk
melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor,
dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.
Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, hak
atas desain industri diberikan negara kepada pendesain dalam jangka waktu
tertentu. Pendesain mempunyai hak untuk menggunakan desain industri tersebut untuk
dirinya sendiri atau kepada pihak lain berdasarkan persetujuannya untuk periode
waktu yang telah ditentukan. Pemegang Hak Desain Industri atau penerima
Lisensi dapat menggugat siapa pun ke Pengadilan Niaga yang dengan sengaja dan
tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa
gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 (pasal 46 UU No. 31 tahun 2000).
Perlindungan hukum atas desain industri diberikan untuk mencegah orang
lain menggunakan desain yang sama dengan milik orang yang lainnya. Perlindungan
hukum tersebut bersifat ekslusif, dimana desain tersebut hanya dapat
diaplikasikan atas ijin pemilik hak desain tersebut. Untuk memperoleh
perlindungan hukum, pendesain terlebih dahulu harus mengajukan permohonan dan
pendaftaran (sistem konstitutif). Pendaftaran adalah syarat mutlak untuk
terjadinya hak desain industri. Perlindungan akan diberikan apabila desain tersebut telah terdaftar. Oleh karena itu dalam desain industri selain dilakukan
pemeriksaan administrative dan pemeriksaan substantive. Tujuannya untuk
mencegah terjadinya kerugian kepada penerima lisensi desain industri dari
pemegang hak desain industri. Asas hukum yang mendasari hak ini adalah :
2. Asas kemanunggalan (kesatuan)
3. Asas kebaruan (Novelty)
Similiaritas dipandang dari esensi produksi yang hampir sama, dimana
salah satu pihak meniru seluruhnya atau sebagian besar unsur desain tersebut.
Kemiripan atau similiaritas belum diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri. Kemiripan atau similaritas merupakan sesuatu yang
mungkin terjadi walaupun dalam desain industri, desain harus memiliki asas
kebaruan (novelty). Tidak ada ukuran yang jelas mengenai seberapa banyak
persentase kesamaan antara kedua jenis produk sehingga dapat dikatakan
melanggar hak desain industri orang lain. Dalam dunia modern seperti saat ini,
sangat sulit untuk menciptakan produk yang beda dari yang lain. Pasti terdapat
unsur kesamaan walaupun hanya sedikit. Menurut jenisnya bentuk-bentuk kemiripan tersebut oleh
Ir. Arif Syamsudin, M. Si., dikategorikan terdiri dari :
1. Barang
identik, kreasi mirip;
2. Barang
identik, kreasi berbeda;
3. Barang
mirip, kreasi mirip;
4. Barang
mirip, kreasi identik;
5. Barang
berbeda, kreasi mirip.
Pemegang Hak Desain
Industri harus mendapat perlindungan hukum atas desain / kreativitas yang
diciptakannya. Produk yang memiliki desain yang menarik akan menimbulkan daya
saing dan bernilai tinggi. Hal ini akan memacu manusia untuk menciptakan
desain-desain baru yang unik dan berdaya saing.
Dalam kasus ini,
Penggugat tidak pernah mengajukan pendaftaran desain industri atas karpet
yang diproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa Penggugat tidak berhak
menerima perlindungan desain industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut.
Penggugat tidak memiliki hak ekslusif untuk melarang Tergugat memproduksi
desainnya. Lagipula, dalam desain tersebut terdapat sesuatu yang khas dan
berbeda dengan desain miliknya dalam segi bentuk, konfigurasi, komposisi
garis dan ornamentasi khas, sehingga karpet-karpet produk Tergugat dapat
dikatakan memiliki nilai kebaruan atau novelty.
SUMBER :