MAKALAH
PENGETAHUAN LINGKUNGAN
(SUMBER DAYA ALAM)
Disusun Oleh:
Kelompok : 5 (Lima)
Nama / NPM : 1. Andhika S.P. / 37411932
2. Benny Fernando / 31411459
3. Calvin Etiman / 31411576
4. Jeffrey Harun / 33411797
5. M. Haimi Sarip / 34411666
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
Sumber
daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam semesta yang dapat
dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa
berwujud barang, benda, fenomena, suasana, gas/udara, air dan lain sebainya.
Alam semesta diciptakan Tuhan yang Maha Esa dengan segala macam isinya untuk
kelangsungan dan kesejahteraan umat manusia. Alam semesta kaya akan sumber daya
alam yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik
itu yang sudah ditemukan maupun yang belum diketemukan. Namun demikian, tidak
berarti manusia tinggal menikmatinya begitu saja, manusia harus berusaha dan
berfikir untuk menemukan dan menggunakan sumber daya alam tersebut untuk
kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu manusia dianugerahi oleh Tuhan yang
Maha Kuasa akal dan pikiran yang dipergunakan untuk mengelola dan memanfaatkan
alam semesta sebaikbaiknya untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Pada
jaman dahulu manusia takut sekali sama api, api dianggap sebagai suatu benda
yang menakutkan, merusak, dan bisa membinasakan manusia. Namun dengan kemampuan
akal dan pikirannya, manusia bisa memanfaatkan dan mengelola api untuk berbagai
macam kepentingan manusia, mulai dari untuk penerangan, memasak, menghangatkan
dan sebagainya. Menurut Soerjani, dkk. (1987) sumber daya alam ialah suatu sumber
daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air, dan perairan,
biotis, udara dan ruang, mineral, bentang alam (land scape), panas bumi, bumi,
angin, pasang surut/air laut, termasuk diantaranya hutan. Soeriatmadja (1981)
menyatakan bahwa sumber alam dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
diperlukan oleh organisme hidup, populasi atau ekosistem yang pengadaannya
hingga ke tingkat yang optimum atau yang mencukupi, akan meningkatkan daya
pengubahan energi. Selanjutnya dinyatakan bahwa yang termasuk kategori sumber
alam adalah materi, energi, uang, waktu dan keanekaragaman. Menurut
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumber
daya alam termasuk dalam kategori sumber daya, yaitu unsur lingkungan hidup
yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya non
hayati dan sumber daya alam buatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut Rees (1990) diacu
Fauzi (2004), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus :
1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya
dan
2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut.
Dengan kata lain sumber daya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk
menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi.
Secara umum sumber daya alam
dapat diklasifikasi kedalam dua kelompok, sebagai berikut:
1) Kelompok Stok (Non
Renewable)
Sumber daya ini dianggap
memiliki cadangan yang terbatas, sehingga eksploitasinya terhadap sumber daya
tersebut akan menghabiskan cadangan sumber daya, sumber stok dikatakan tidak
dapat diperbaharui (non renewable) atau terhabiskan (exhuastible)
2) Kelompok flow
Jenis sumber daya ini dimana
jumlah dan kualitas fisik dari sumber daya berubah sepanjang waktu. Berapa
jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bias mempengaruhi atau bisa juga tidak
mempengaruhi ketersediaan sumber daya di masa mendatang. Sumber daya ini dikatakan dapat diperbaharui
(renewable) yang regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang
tidak.
Sumber daya alam tidak dapat
terbarukan atau sering juga disebut sebagai
sumber daya terhabiskan adalah sumber daya alam yang tidak
memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumber daya alam ini terbentuk
melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan
sebagai sumber daya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil
(eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali
seperti semula.
Salah satu yang termasuk
dalam golongan sumber daya tidak dapat terbarukan adalah tambang minyak. Tambang minyak memerlukan waktu ribuan bahkan
jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumber daya tersebut untuk
melakukan regenerasi. Sumber daya ini
sering kita sebut juga sebagai sumber daya yang mempunyai stok yang tetap.
Sifat-sifat tersebut
menyebabkan masalah eksploitasi sumber daya alam tidak terbarukan (non
renewable) berbeda dengan ekstrasi sumber daya terbarukan (renewable). Pengusaha pertambangan atau perminyakan, harus
memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan
produksi yang optimal, dan juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan
kendala stok yang terbatas.
BAB III
PEMBAHASAN
Kalimat sakti yang sering sekali digunakan oleh
banyak kalangan ketika dihadapkan dengan permasalahan kemiskinan dan
keterbelakangan bangsa adalah: “Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, tetapi
kenapa rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan?” Kalimat ini mungkin bermaksud
memberikan harapan kepada masyarakat dengan mengatakan bahwa yang salah dari
negara ini adalah para pemimpin yang tidak becus mengelola sumber daya alam
Indonesia yang melimpah ruah. Tidak mengherankan apabila kalimat sakti ini
paling sering keluar dari mulut orang-orang yang beroposisi terhadap
pemerintah, baik itu partai oposisi ataupun pihak yang tidak suka dengan
pemerintah.
Logika dari kalimat ini memang cukup sederhana
sehingga cukup mudah dicerna orang awam sebagai kebenaran mutlak (truism).
Minyak bumi, batu bara, gas bumi, emas, timah serta barang-barang tambang
lainnya adalah komoditas yang berharga di pasar internasional dan perut bumi
Indonesia penuh dengan barang-barang tersebut, karenanya secara logika
Indonesia seharusnya menjadi sejahtera. Namun, penulis melihat proposisi ini
problematis setidaknya karena tiga alasan yang akan dijelaskan satu persatu.
Pertama, asumsi bahwa Indonesia adalah negara yang kaya perlu dipertanyakan
lebih dalam. Misalnya dilihat dari komoditas sumber daya alam yang paling lucrative,
yakni minyak bumi. Cadangan minyak bumi Indonesia tidak dapat dikatakan
mendekati negara-negara Timur Tengah, Rusia dan Venezuela. Buktinya, Indonesia
hanya mampu memproduksi sekitar 900 ribu barel minyak per hari (bph)
dibandingkan dengan Arab Saudi yang 8 juta bph dan Rusia yang 10 juta bph.
Lagipula, kekayaan suatu negara tidak dilihat dari berapa banyak sumber daya
alam yang dimiliki, tetapi berapa banyak sumber daya alam tersebut dibagi
dengan jumlah penduduk. Indonesia berpenduduk lebih dari 200 juta, bandingkan
dengan negara-negara Arab dan negara-negara lainnya. Adalah sangat konyol jika
ada orang-orang di negeri ini yang memiliki ekspektasi bahwa pemerintah Indonesia
seharusnya dapat menyejahterakan rakyatnya seperti yang terjadi di sebagian
negara-negara Timur Tengah hanya karena Indonesia diduga memiliki kekayaan yang
melimpah.
Alasan kedua yang harus diproblematisasi adalah cara
berpikir masyarakat tentang sumber daya alam. Masyarakat somehow percaya
bahwa mereka memiliki entitlement terhadap sumber daya alam yang ada
di daerah mereka. Karena mereka sudah turun-temurun sejak nenek moyangnya
tinggal di suatu daerah, maka serta-merta segala isi perut bumi yang ada di
daerah tersebut adalah miliki mereka. Sesederhana itu kah? Setidak adil itu kah
Tuhan dengan menganugerahi kekayaan bumi hanya pada orang-orang yang kebetulan
lahir didekatnya? Mungkin tidak. Apa yang disebut sebagai kekayaan alam berupa
barang tambang hanya memiliki nilai ketika ada orang yang memberikan
usaha/ikhtiar untuk mengeluarkannya dari perut bumi. Minyak bumi, batu bara dan
sumber daya alam lainnya itu tidak bernilai sama sekali jika hanya disimpan di
dalam perut bumi. Karl Marx mengatakan bahwa sumber value (nilai)
adalah labor (kerja). Bahkan beberapa agama mengajarkan manusia
agar mengedepankan usaha dan pengetahuan untuk memajukan masyarakat. Sumber
daya alam diberikan hanya kepada mereka yang deserve, yakni
orang-orang yang telah berusaha memberikan nilai terhadap suatu barang melalui
kerja. Masyarakat yang tidak mengeluarkan ikhtiarnya untuk memberi nilai
terhadap suatu barang memang berhak terhadap sebagian nilai dari barang
tersebut berupa pajak dan kalau dalam Islam berupa zakat, but that’s it.
Dalam konteks riil, masyarakat sering berteriak gusar
pada perusahaan asing yang dikatakan mengeruk kekayaan alam Indonesia, bahkan
isu nasionalisasi sering dihembuskan. Pertanyaannya adalah, apakah masyarakat
dapat dan mampu menjalankan ekstraksi sumber daya alamnya sendiri? Pertanyaan
ini penting untuk menentukan apakah masyarakat deserve untuk
mendapatkan semua nilai dari sumber daya alam ini. Untuk mengelola tambang
sebesar Freeport, mungkin diperlukan modal triliun-an, belum lagi kesiapan sumber
daya lokalnya. Dengan kata lain, APBN bisa jadi jebol hanya untuk memuaskan
kebencian pada perusahaan asing. Sepertinya tidak perlu dijelaskan panjang
lebar lagi bagaimana dampaknya jika APBN jebol, di antaranya adalah inflasi dan
kenaikan harga-harga serta memburuknya akses pendidikan dan kesehatan. Padahal,
kenaikan harga BBM sebanyak 2000 rupiah saja sudah membuat masyarakat murka
(yang kemudian secara “cerdas” dimanifestasikan dengan membakar fasilitas
umum). Intinya, investasi di bidang pertambangan memerlukan modal besar dan
orientasi jangka panjang (mungkin 20 tahun atau lebih), padahal masyarakat dan
politisi Indonesia memiliki orientasi jangka pendek terbukti dengan kegagalan
melihat pentingnya mengurangi subsidi BBM. Jika masyarakat dan elit politik
belum mau berkorban jiwa dan raga, maka sebaiknya buang jauh-jauh ide untuk
mengusir semua perusahaan swasta dari tambang-tambang Indonesia karena
mungkin Indonesia simply does not deserve the natural resources.
Perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan tambang di
Indonesia adalah pihak-pihak yang telah memberikan ikhtiar mereka terhadap
sumber daya alam Indonesia dengan cara membantu pemerintah mengambil risiko
jangka panjang dari investasi pertambangan melalui permodalan mereka yang kuat.
Oleh karenanya, hak mereka juga harus dihormati. Tentu saja ini tidak berarti
masyarakat tidak boleh kritis terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika ada
indikasi perusahaan-perusahaan tersebut berlaku curang, misalnya menghindari
pajak atau merusak lingkungan, maka masyarakat dan pemerintah harus
menindaknya.
Hal terakhir yang membuat pernyataan yang disebut di
awal itu bermasalah adalah bagaimana kalimat tersebut mendefinisikan orientasi
masyarakat. Dengan mengatakan bahwa Indonesia kaya sumber daya alam, maka secara
implisit yang berbicara menginginkan sumber daya alam tersebut dijadikan sumber
penghidupan bangsa untuk menciptakan kesejahteraan. Orientasi ini bisa
dikatakan anakronistis. Eksploitasi sumber daya alam, terutama sumber daya
fosil, pada zaman sekarang seharusnya sudah mulai dikurangi, terutama terkait
dengan kerusakan lingkungan dan daya dukung ekosistem. Kerusakan ini tidak
hanya dalam bentuk pemanasan global, tetapi juga dapat berdampak langsung
seperti banjir dan pencemaran lingkungan. Rencana pemerintah untuk mencari
sumber energi alternatif ramah lingkungan, karenanya, merupakan suatu langkah
maju yang harus didukung oleh segenap masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, penggunaan energi konvensional harus secara bertahap dikurangi. Cara
yang paling efektif untuk mengurangi konsumsi energi tidak ramah lingkungan
tentu saja adalah dengan penyesuaian harga. Intinya adalah, negara ini harus
secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang pada
titik tertentu akan habis.
Kesimpulannya, ilusi tentang hebatnya sumber daya alam
yang dimiliki Indonesia tidak boleh mengalihkan perhatian masyarakat dari
masalah yang lebih penting, yakni peningkatan potensi lain negeri ini.
Pembangunan sumber daya manusia dan pembersihan pemerintah dari manusia-manusia
korup harus menjadi prioritas utama. Industri-industri nonekstraksi harus
menjadi ujung tombak perekonomian bangsa. Sudah saatnya masyarakat membuka mata
bahwa sumber daya alam yang dilimpahkan Tuhan pada Indonesia dapat berubah menjadi
kutukan terhadap bangsa ini jika masyarakatnya take it for granted.